Kitab Investasi

Selasa, 03 Mei 2016

Investasi Menurut Hukum Islam

investasi yang menjanjikan hasil yang tetap dalam jangka waktu tertentu tanpa menanggung risiko apa pun cukup menggiurkan. Hal ini tentu saja menimbulkan potensi ketidakadilan dan kezaliman, dimana pengusaha harus membayar kepada para investor walaupun sedang mengalami kerugian dalam usahanya.

Sebaliknya, investor harus rela menerima bagian yang sudah disepakati walaupun keuntungan yang didapat oleh pengusaha berkali lipat jumlahnya. Namun demikian, perlu dipahami dengan baik, bahwa ketidakadilan bukan satu-satunya penentu halal dan haram dalam persoalan riba. Karena walaupun kedua pihak (investor dan pengusaha) menyatakan suka rela, tetap tidak membuat hal itu menjadi halal.

Kontrak investasi dalam Islam dikategorikan sebagai kontrak amanah, yaitu kedua pihak dihukumkan sebagai rekan bisnis yang saling membantu (pembagian untung dan rugi) berdasarkan modal dari keduanya atau kita kenal dengan musyarakah. Artinya, tidak ada pihak yang menjadi penjamin atas pihak yang lainnya.

Keputusan Majma Fiqh Al-Islami menyebutkan, “Investasi apa pun yang menjadikan pihak pengusaha (mudharib) memberikan keuntungan dengan kadar tertentu kepada investor, maka hal itu adalah haram. Karena sifat investasi telah berubah menjadi elemen pinjaman dengan janji keuntungan riba”.

Kaidah mendasar dalam sebuah investasi, sepertimana yang dimuat dalam kitab Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah  menyatakan: “bahwa keuntungan adalah melalui menanggung risiko yang ada”. Dalam kaidah yang lain: “Siapa saja yang hendak mendapatkan manfaat dari sesuatu, maka harus baginya menanggung risikonya” (Durar Al-Ahkam Sharh Majallah Al-Ahkam).
Kesimpulannya, investasi apapun bentuknya dalam Islam mewajibkan bahwa kerugian dan keuntungan hendaknya menjadi tanggung jawab dan hak kedua pihak.  Kecuali apabila salah satu pihak dengan sengaja membatalkan kesepakatan yang ada dan menimbulkan kerugian kepada salah satu pihak.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar