Kitab Investasi

Sabtu, 24 Agustus 2024

Ekosistem Periksa Fakta

Dalam era digital saat ini, informasi bisa menyebar dengan cepat dan mudah melalui berbagai platform online. Hal ini membuat misinformasi dan disinformasi juga dapat dengan mudah menyebar luas. Untuk menangani masalah ini, penting bagi kita untuk memahami ekosistem periksa fakta (fact-checking). Ekosistem ini melibatkan berbagai aktor, metode, dan alat yang bekerja sama untuk memverifikasi kebenaran informasi yang beredar di masyarakat.

Setiap tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Cek Fakta Internasional (International Fact-Checking Day), sebuah inisiatif global yang mengakui pentingnya peran informasi yang akurat dalam dunia yang saling terhubung.

Hari Pengecekan Fakta Internasional pertama kali diluncurkan oleh International Fact-Checking Network (IFCN) atau Jaringan Cek Fakta Internasional pada tahun 2016. Peringatan ini untuk merayakan dan menyoroti pekerjaan penting para pemeriksa fakta di seluruh dunia.

Periksa fakta (fact-checking) adalah proses memverifikasi keakuratan klaim atau pernyataan yang dibuat di media, baik itu berita, media sosial, maupun platform online lainnya. Tujuan dari periksa fakta adalah untuk memberikan informasi yang benar kepada publik dan mencegah penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan.

Ekosistem periksa fakta adalah jaringan atau sistem yang terdiri dari berbagai organisasi, alat, dan individu yang bekerja sama untuk memverifikasi informasi dan mengurangi penyebaran berita palsu atau hoaks. Dalam ekosistem ini, ada beberapa komponen utama:

Organisasi Periksa Fakta: Lembaga atau organisasi yang secara khusus didedikasikan untuk memeriksa kebenaran informasi yang beredar. Contohnya adalah Snopes, FactCheck.org, dan Turn Back Hoax di Indonesia.

Jurnalis dan Media: Jurnalis yang bekerja di media massa juga berperan penting dalam memeriksa fakta sebelum menyebarkan berita.

Teknologi dan Alat: Berbagai alat dan teknologi digunakan untuk membantu proses verifikasi, seperti algoritma deteksi hoaks, mesin pencari gambar terbalik, dan lain-lain.

Pendidikan dan Literasi Media: Meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali berita palsu melalui pendidikan dan kampanye literasi media.

Kolaborasi Internasional: Kerja sama antar negara dan organisasi internasional untuk berbagi informasi dan teknik dalam memerangi hoaks.

Kemenkominfo  menerapkan dua strategi untuk mengatasi hoaks. Pertama, di sisi hulu, berupa edukasi literasi digital masyarakat. Sedangkan pada sisi hilir,  melakukan tindak lanjut berupa kontra narasi, penegakan hukum, atau pencabutan berita dari platform digital.

Komponen Ekosistem Periksa Fakta

  1. Organisasi Periksa Fakta: Ini adalah lembaga atau organisasi yang secara khusus bertugas memeriksa kebenaran informasi. Contohnya meliputi:

    • FactCheck.org: Situs yang berfokus pada memeriksa klaim politik di Amerika Serikat.
    • Snopes: Situs pengecekan fakta yang mencakup berbagai topik, mulai dari rumor internet hingga klaim politik.
    • Tempo Cek Fakta: Inisiatif periksa fakta oleh Tempo.co di Indonesia.
    • Turn Back Hoax: Sebuah platform periksa fakta di Indonesia yang berfokus pada mengidentifikasi dan memverifikasi berita hoaks.
  2. Jurnalis dan Media: Jurnalis dan media memainkan peran penting dalam proses periksa fakta dengan menyelidiki klaim dan berita yang mereka laporkan. Beberapa media memiliki unit atau tim periksa fakta khusus.

  3. Platform Digital dan Teknologi: Platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Google mulai berkolaborasi dengan organisasi periksa fakta untuk mengidentifikasi dan mengurangi penyebaran informasi yang salah. Teknologi AI dan algoritma juga digunakan untuk mendeteksi pola penyebaran informasi palsu.

  4. Pemerintah dan Kebijakan Publik: Beberapa pemerintah mulai membuat kebijakan dan peraturan untuk menangani misinformasi. Contohnya termasuk peraturan tentang kewajiban platform digital untuk menandai atau menghapus konten palsu.

  5. Akademisi dan Peneliti: Para akademisi dan peneliti juga berkontribusi dengan mempelajari pola penyebaran informasi salah dan mengembangkan metode baru untuk mendeteksinya.

Di IFCN (International Fact-Checking Day), mengangkat fakta bukan semata-mata tanggung jawab para profesional, namun merupakan upaya kolektif yang melibatkan partisipasi publik dan semua sektor masyarakat.

Dengan meningkatkan pemeriksaan fakta dan mempromosikan sumber-sumber yang kredibel, kita dapat menumbuhkan ekosistem informasi yang sehat.

Ekosistem informasi yang sehat mengharuskan semua orang berperan dalam mengangkat fakta. Hal ini karena pemeriksaan fakta sangat penting.

Itu sebabnya IFCN mengumpulkan pemeriksa fakta dari seluruh dunia untuk memerangi disinformasi seputar perang di Ukraina segera setelah invasi pasukan Rusia.

Inisiatif ini menghasilkan #UkraineFacts, sebuah kolaborasi yang telah membuat para penandatangan terverifikasi menerbitkan lebih dari 1.000 pemeriksaan fakta untuk melawan klaim menyesatkan yang terdeteksi di banyak negara pada bulan pertama pertempuran.

Upaya ini mengikuti keberhasilan #CoronaVirusFacts Alliance dan database pemeriksaan fakta COVID-19.

Hari Pengecekan Fakta Internasional dipromosikan IFCN bekerja sama dengan organisasi pengecekan fakta di seluruh dunia.

IFCN diluncurkan pada tahun 2015 untuk menyatukan komunitas pemeriksa fakta di seluruh dunia dan pendukung informasi faktual dalam perjuangan global melawan misinformasi.

IFCN mempromosikan keunggulan pengecekan fakta kepada lebih dari 100 organisasi di seluruh dunia melalui advokasi, pelatihan, dan acara global.

Tahun 2024 ini, untuk memperingati Hari Cek Fakta Internasional, IFCN menggelar State of the Fact-Checkers, bagaimana keadaan pemeriksa fakta dalam sebuah laporan dan webinar.  

Kode Prinsip (Code of Principles) IFCN, menetapkan standar tinggi untuk transparansi, independensi, dan ketelitian dalam jurnalisme pengecekan fakta.

Melalui kegiatan ini, IFCN mengundang pemeriksa fakta, pemangku kepentingan, dan masyarakat umum untuk mempelajari lebih lanjut tentang keragaman dan cakupan komunitas IFCN.

Proses Periksa Fakta

  1. Identifikasi Klaim: Langkah pertama dalam periksa fakta adalah mengidentifikasi klaim yang akan diperiksa. Ini bisa berupa klaim politik, berita viral, atau informasi medis yang menyebar di media sosial.

  2. Pengumpulan Bukti: Setelah klaim diidentifikasi, pemeriksa fakta akan mencari bukti untuk memverifikasi klaim tersebut. Ini bisa termasuk mencari sumber asli informasi, menghubungi ahli, atau mencari data yang relevan.

  3. Evaluasi dan Analisis: Pemeriksa fakta kemudian menganalisis bukti yang telah dikumpulkan untuk menentukan kebenaran klaim. Mereka mempertimbangkan kredibilitas sumber, bukti yang ada, dan konteks klaim.

  4. Penyebaran Hasil: Setelah analisis selesai, hasil periksa fakta dipublikasikan. Ini bisa dilakukan melalui artikel di situs web, posting di media sosial, atau melalui kerja sama dengan platform digital untuk memberi label klaim palsu.

  5. Revisi dan Pembaruan: Jika ada informasi baru yang muncul, klaim yang telah diperiksa mungkin perlu direvisi atau diperbarui.

Alat dan Teknik dalam Periksa Fakta

  1. Reverse Image Search: Alat seperti Google Images atau TinEye digunakan untuk memverifikasi keaslian dan asal gambar yang mungkin telah dimanipulasi atau digunakan di luar konteks.

  2. Alat Pencarian Situs: Menggunakan mesin pencari untuk menemukan sumber asli atau laporan lain yang membahas klaim yang sama.

  3. Alat Verifikasi Video: Ada beberapa alat dan metode untuk memeriksa keaslian video, seperti memeriksa metadata, frame by frame analysis, atau menggunakan alat seperti InVID.

  4. Pengecekan Fakta Otomatis: Beberapa organisasi dan platform menggunakan teknologi AI untuk memproses dan menganalisis informasi secara otomatis. Misalnya, menggunakan algoritma untuk mendeteksi pola penyebaran berita palsu.

Tantangan dalam Periksa Fakta

  1. Kecepatan Penyebaran Informasi: Informasi salah dapat menyebar lebih cepat daripada proses periksa fakta yang manual. Hal ini menimbulkan tantangan dalam mengendalikan dampak misinformasi sebelum terlambat.

  2. Kesulitan Akses ke Data: Beberapa klaim mungkin sulit diverifikasi karena kurangnya data yang dapat diakses publik atau kurangnya transparansi dari sumber.

  3. Bias dan Subjektivitas: Pemeriksa fakta harus tetap netral dan objektif, tetapi bias tidak disengaja dapat mempengaruhi proses evaluasi.

  4. Teknologi Deepfake dan Manipulasi Digital: Teknologi ini membuat manipulasi gambar, video, dan audio semakin mudah dan realistis, sehingga sulit dideteksi.

Banyak orang menyebarkan informasi yang tidak benar. Hal ini berpotensi membahayakan dan mengganggu orang lain.

Melalui cek fakta, kebenaran dan transparansi dapat membantu masyarakat mendapatkan informasi yang lebih baik dan siap untuk menghadapi misinformasi yang berbahaya.

Dengan ekosistem informasi yang sehat mengharuskan semua orang berperan dalam mengangkat fakta.

peran serta setiap anggota masyarakat sangat diperlukan untuk menyisir dan menghentikan hoaks yang beredar. Selain itu, kolaborasi pemerintah dan lintas sektoral juga mutlak dalam penguatan literasi digital sekaligus memastikan penyampaian informasi-informasi yang benar kepada seluruh masyarakat.

gerakan cek fakta di Indonesia mulai bergulir pada akhir 2016, banyak yang tidak menyangka kalau mis/disinformasi adalah persoalan yang sangat rumit dengan akar masalah yang begitu kompleks. Semula, kami menilai maraknya hoaks bisa diatasi jika publik mendapat informasi yang benar mengenai faktanya. Namun, seiring waktu, kami pun belajar bahwa menyediakan informasi yang akurat semata tidak cukup. Perlu ada pendidikan literasi yang mumpuni, selain ekosistem periksa fakta yang kuat di berbagai daerah yang sesuai dengan karakter sosial budaya masing-masing. Pada akhirnya, kami menyadari bahwa melawan hoaks membutuhkan kolaborasi dan kerja cerdas banyak pihak.

Pada Agustus 2017, Google News Initiative (GNI) menyelenggarakan Google News Lab Asia Pacific Summit di Singapura. Di sana, News Lab Lead dari GNI Irene Jay Liu mempertemukan Septiaji Eko Nugroho dari Mafindo dengan Wahyu Dhyatmika dari AMSI dan sejumlah penggiat media digital lain dari Indonesia.

Diskusi ketika itu membahas potensi kolaborasi berbagai elemen gerakan cekfakta untuk mengantisipasi maraknya hoaks dalam Pemilihan Umum yang dijadwalkan pada 2019. GNI memperkenalkan sejumlah model kolaborasi seperti Crosscheck di Prancis. Inisiatif tersebut berhasil mempertemukan berbagai media dalam satu forum kolaborasi untuk menangkal mis/disinformasi dalam Pemilihan Presiden Prancis.

Sebelumnya, pada awal 2017, Mafindo sempat diundang Google Indonesia untuk mengikuti pelatihan sehari tentang verifikasi informasi digital dari First Draft Australia. Di sana, Mafindo juga berbicara tentang potensi kolaborasi antar media untuk bersama-sama memeriksa fakta. Richard Gingras, VP Google News, juga hadir dalam pertemuan itu. Dia menyemangati Mafindo untuk terus bergerak melawan hoaks, karena tantangan untuk menyelesaikan isu ini semakin lama semakin besar.

Selain proses periksa fakta yang dilakukan oleh organisasi dan jurnalis, edukasi literasi media di masyarakat juga sangat penting. Literasi media membantu individu untuk mengembangkan keterampilan kritis dalam mengevaluasi informasi yang mereka terima dan membuat keputusan yang lebih baik tentang apa yang mereka percayai dan bagikan.

Ekosistem periksa fakta adalah bagian penting dalam menjaga integritas informasi di era digital. Dengan adanya berbagai aktor yang bekerja sama, mulai dari organisasi periksa fakta, media, pemerintah, hingga teknologi, kita dapat mengurangi dampak misinformasi dan disinformasi. Namun, keberhasilan ekosistem ini juga sangat bergantung pada partisipasi aktif dari masyarakat dalam menjadi konsumen informasi yang kritis dan bertanggung jawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar