Kamis, 07 Januari 2021

Merumuskan Etika Kewargaan Digital

Konsep Digital Citizenship muncul seiring dengan semakin dahsyatnya perkembangan teknologi informasi dan internet yang ditopang dengan kehadiran banyak sekali situs jejaring, baik dalam bentuk macroblog maupun microblog. Saat ini, ratusan juta orang dari banyak sekali belahan dunia telah memanfaatkan kehadiran situs jejaring sebagai ajang untuk saling interaksi antara satu individu dengan individu lainnya secara digital. Mereka bergabung dan membentuk komunitas-komunitas tertentu untuk saling mengembangkan informasi dan memanfaatkan banyak sekali konten yang didistribusikan, baik  dalam bentuk video, e-book, gambar, dan lain-lain.

Penggunaan situs jejaring di Indonesia tampak memperlihatkan perkembangan yang signifikan dan telah merambah hampir semua lapisan kalangan, mulai dari presiden, politisi, selebriti, akademisi, sampai masyarakat awam, termasuk di dalamnya bawah umur kita. Hingga tahun 2012,  dilihat dari angka pertumbuhan pengguna, Indonesia tercatat sebagai negara terbesar keduang,setelah India, dan diperkirakan mencapai angka pertumbuhan sekitar 51.6% . (popsurvey.net). 

Facebook sepertinya masih menjadi pilihan favorit dan menempati urutan pertama sebagai situs jejaring yang banyak dipakai masyarakat, disusul Twitter pada urutan kedua. Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Komunikasi dan Informatika, total ada sekitar 43,06 juta orang yang memakai situs jejaring sosial Facebook (AntaraNews.com).  Mereka yang memanfaatkan dan bergabung dalam banyak sekali situs jejaring itulah yang kemudian membentuk hadirnya konsep Digital Citizenship.

Lantas, apa gotong royong Digital Citizenship itu? Teachthought.com memperlihatkan rumusan perihal Digital Citizenship sebagai “the quality of an individual’s response to membership in a community”. Sementara, digitalcitizenship.net  memperlihatkan pengertian Digital Citizenship sebagai “the norms of appropriate, responsible behavior with regard to technology use”. Rumusan dari  Teachthought.com lebih berkaitan dengan penggunaan jejaring sosial, sedangkan digitalcitizenship.net memperlihatkan pengertian Digital Citizenship dalam konteks penggunaan teknologi yang lebih  luas. Dari kedua rumusan tersebut tampak bahwa Digital Citizenship menunjuk pada kualitas sikap individu dalam berinteraksi di dunia maya, khususnya dalam jejaring sosial, dengan memperlihatkan sikap yang bertanggung jawab, sesuai dengan norma dan etika yang berlaku.

Digital Citizenship berafiliasi dengan kemampuan mengelola dan memonitor sikap dalam memakai teknologi, yang didalamnya terkandung keamanan, etika, norma, dan budaya.
Bagaimana seharusnya kita memanfaatkan teknologi informasi secara aman, tidak menjadikan kerugian dan membahayakan keselamatan diri sendiri maupun orang lain.

Bagaimana seharusnya kita berkomunikasi di jejaring sosial dengan tetap menjaga etika, mengacu pada norma-norma yang berlaku di lingkungan internal,  nasional maupun universal.
Bagaimana seharusnya kita bertransaksi informasi di dunia maya, terutama dalam mengunggah/mengunduh konten dan bertransaksi  melaui online shop.

Melihat perkembangan penggunaan internet dan situs jejaring di Indonesia yang demikian pesat, di satu sisi bisa dikatakan sebagai suatu kemajuan, –setidaknya masyarakat sudah berguru untuk mengenal teknologi, tetapi di sisi lain menjadikan keprihatinan tersendiri, khususnya kalau dikaitkan dengan Digital Citizenship ini. Budiono Darsono, Pemimpin Redaksi Detikcom, menyebutkan penggunaan situs jejaring sosial di Indonesia mengalami tantangan bahwa masih banyak yang memakai untuk hal-hal kurang produktif. (Kompas.com).

Situs jejaring ditengarai kerap dipakai sebagian orang atau kelompok tertentu untuk mencerca dan mencemarkan nama baik orang lain. Jika Anda sempat mengikuti komentar-komentar yang  ada di banyak sekali media online, khususnya yang terkoneksi ke situs jejaring sosial, Anda bisa menemukan puluhan atau ratusan komentar yang menggambarkan betapa masih perlunya peningkatan pemahaman dan kesadaran akanDigital Citizenship ini.

Untuk menjadi warga digital (Digital Citizen) yang sehat dan bermartabat tentu diharapkan edukasi tersendiri. Di sekolah, siswa perlu dibelajarkan dalam mengakses banyak sekali informasi melalui internet secara benar dan bisa berkomunikasi secara beradab dalam situs jejaring yang diikutinya. “Digital Citizenship must become part of our school culture—not just a class or lesson but the way we do business in education”,demikian saran dari Mike S. Ribble dan Gerald D. Bailey.  Di lain pihak, Agus Sampurnodalam blog yang dikelolanya mengingatkan kepada kita perihal pentingnya pendidik untuk  menjaga keselamatan siswa di internet.

  • Etika kewargaan digital adalah suatu konsep norma perilaku yang tepat dan bertanggung jawab terkait dengan cara menggunakan teknologi untuk memberikan keamanan terhadap sesama pengguna teknologi.
  • Warga digital adalah orang yang sadar akan pentingnya teknologi dan mengetahui bagaimana cara memanfaatkan teknologi menjadi hal yang positif.
  • Komponen-komponen dalam kewargaan digital diantaranya yaitu :
  1. Lingkungan belajar, yaitu para akademis dituntut untuk sapat memanfaatkan teknologi digital dengan sebaik-baiknya seperti mencari informasi, menyimpan data, mencari literatur. Lingkungan belajar memiliki tiga sub bagian yang terdiri atas akses digital, komunikasi digital dan literasi digital.
  2. Lingkungan sekolah, yaitu terdiri dari hak digital, etiket digital dan keamanan digital.
  3. Kehidupan diluar lingkungan sekolah, berupa hukum digital, transaksi digital dan kesehatan digital.

Tidak ada komentar: